Akulturasi dan Assimilasi dalam Konteks Kebudayaan
Minggu, 22 Juni 2014
Akulturasi dan Assimilasi dalam Konteks Kebudayaan - Pada kesempatan ini saya akan mencoba membahas sedikit tentang Akulturasi dan Assimilasi. Sebenarnya tulisan ini merupakan tugas Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar pada saat saya masih di bangku kuliah. tapi disini saya tuliskan kembali dengan tujuan bisa membantu teman-teman yang mungkin memang sedang membutuhkan. Langsung saja ke pokok pembahasan.
A. Definisi Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses social yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsure-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. (Koentjaraningrat 1996: 155):
Menurut Redfield, Linton, Herskovits Akulturasi meliputi fenomena yang timbul sebagai hasil, jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu, dan mengadakan kontak secara terus menerus, yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa akulturasi adalah salah satu aspek daripada culture change dan assimilasi adalah salah satu fase dari akulturasi, sedang difusi adalah daripada akulturasi.
Menurut Gillin & Gillin pada bukunya yang berjudul “culture Sosiology”, mendefinisikan akulturasi sebagai suatu proses dimana masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya mengalami perubahan oleh kontak yang sama dan langsung, tetapi dengan tidak sampai kepada pencampuran yang komplit dan bulat dari kedua kebudayaan itu. Berikut terdapat beberapa contoh bentuk akulturasi yang terjadi di Indonesia:
Akulturasi yang terjadi pada masyarakat PUJAKUSUMA, yakni dapat dilihat pada suku-suku Jawa yang sudah lama tinggal di Medan, yang mana karakter dan kepribadiannya dipengaruhi oleh dua kebudayaaan yakni jawa yang memiliki tatakrama dalam berbicara dan sopan santun yang lembut, serta batak yang memiliki watak keras dalam berbicara. Sehingga muncul sesuatu yang baru yakni masyarakat PUJAKUSUMA menggunakan bahasa jawa yang tidak sama dengan bahasa jawa dari jawa asli yakni bahasa jawa yang kasar misalnya saja untuk menyebutkan kata “Kepala”, bahasa jawa asli menggunakan “Sirah” tetapi pada masyarakat PUJAKUSUMA menggunakan kata “Endas” yang menurut bahasa jawa asli kasar dan biasanya “Endas” itu digunakan untuk menyebutkan kepala binatang misalnya “Endas Pitik”. Hal itu terjadi karena mereka Masyarakat jawa sudah bergaul bersama dan dalam waktu yang lama dengan masyarakat medan yang memiliki karakter keras.
Wujud akulturasi yang terlihat dalam sistem pemerintahan juga dapat dilihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pada pembagian lapisan masyarakat yang berdasarkan sistem kasta. Sistem kasta menurut kepercayaan orang Hindu terdiri dari kasta Ksatria (golongan prajurit, bangsawan), kasta brahmana (golongan pendeta), kasta sudra (golongan rakyat jelata) dan kasta waisya (golongan pedagang). Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat kita lihat dari adanya penggunaan bahasa Sangsekerta yang dapat kita temukan sampai saat ini, dimana penggunaan bahasa Sangsekerta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sangsekerta banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu - Budha pada kurun abad 5 sampai 7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai yang merupakan prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Namun pada perkembangan selanjutnya bahasa Sangsekerta telah di gantikan dengan bahasa Melayu Kuno, yaitu seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya pada abad 7 sampai 13 M. Sedangkan untuk aksara dapat dibuktikan dengan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.
B. Definisi Assimilasi
Assimilasi menurut Koentjara Ningrat (1996: 160) adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara insentif, sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Assimilasi menurut Soerjono Soekanto merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan tujuan dan kepentingan bersama.
Assimilasi menurut Robert E.Park dan Ernest W.Burgess (1921:735) “Proses interpretasi dan fusi di mana orang-orang dan kelompok memperoleh kenangan, sentimen, dan sikap orang lain atau kelompok, dan, dengan berbagi pengalaman dan sejarah, digabungkan dengan mereka dalam kehidupan kebudayaan bersama ". Berikut terdapat beberapa contoh bentuk dari assimilasi yang terjadi di indonesia :
Contoh Assimilasi yang terjadi pada masyarakat Surabaya, masyarakat Surabaya adalah masyarakat pribumi dan merupakan masyarakat mayoritas sedangkan masyarakat Cina merupakan masyarakat minoritas, masyarakat Cina menggunakan bahasa Surabaya, sehingga bahasa yang menjadi bahasa Ibu mereka tidak nampak lagi, masyarakat cina yang tinggal di Surabaya menggunakan dialek Surabaya sehingga terlihat medok.
Pada masyarakat pesisir di Kampung Nelayan, Belawan. Terdiri atas masyarakat Melayu, Banjar, Mandailing dan Jawa, dari semua suku yang ada disana yang merupakan suku mayoritas adalah suku melayu. Terjadi assimilasi pada wilayah tersebut yakni masyarakat minoritas menggunakan dialek melayu sebagai bahasa sehari-hari. Dalam adat pernikahan, mereka juga sering menggunakan adat “Kampung” yakni istilah yang dinamakan melayu.
Assimilasi yang terjadi pada masyarakat cina di Surabaya, dimana orang-orang Surabaya sering dianggap kasar, tegas, terbuka, kurang sabar, straight to the point tanpa basa basi, mudah memaki pada teman, kesetiakawanan tinggi diantara teman. Secara singkat, suatu sikap terkombinasi antara sifat-sifat pemberani, terbuka dan setia kawan, sikap yang seperti demikian ini sering disebut sebagai bagian dari 'Arek Surabaya'. Di dalam hubungan antar-etnik juga terjadi interaksi dengan sifat-sifat yang demikian pada kedua insannya baik orang Surabaya kelompok Pribumi atau orang Surabaya kelompok Cina. (Musianto, 1997: 208). Sehingga terlihat jika dalam berinteraksi orang cina di Surabaya telah memiliki karakter yang sama dengan masyarakat aslinya atau masyarakat Surabaya, hal ini tentu dikarenakan kedua kelompok masyarakat tersebut telah lama berinteraksi satu sama lain, sehingga kelompok/masyarakat minoritas yaitu masyarakat Cina mampu menyesuaikan dengan masyarakat mayoritas yaitu masyarakat Surabaya.
Demikian definisi tentang Akulturasi dan Assimilasi dalam Konteks Kebudayaan. Semoga tulisan ini sedikitnya bisa menjadi tambahan wawasan bagi kita semua. Amin (Baca Juga: Sejarah Perkembangan Tasawuf)
Menurut Redfield, Linton, Herskovits Akulturasi meliputi fenomena yang timbul sebagai hasil, jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu, dan mengadakan kontak secara terus menerus, yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa akulturasi adalah salah satu aspek daripada culture change dan assimilasi adalah salah satu fase dari akulturasi, sedang difusi adalah daripada akulturasi.
Menurut Gillin & Gillin pada bukunya yang berjudul “culture Sosiology”, mendefinisikan akulturasi sebagai suatu proses dimana masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya mengalami perubahan oleh kontak yang sama dan langsung, tetapi dengan tidak sampai kepada pencampuran yang komplit dan bulat dari kedua kebudayaan itu. Berikut terdapat beberapa contoh bentuk akulturasi yang terjadi di Indonesia:
Akulturasi yang terjadi pada masyarakat PUJAKUSUMA, yakni dapat dilihat pada suku-suku Jawa yang sudah lama tinggal di Medan, yang mana karakter dan kepribadiannya dipengaruhi oleh dua kebudayaaan yakni jawa yang memiliki tatakrama dalam berbicara dan sopan santun yang lembut, serta batak yang memiliki watak keras dalam berbicara. Sehingga muncul sesuatu yang baru yakni masyarakat PUJAKUSUMA menggunakan bahasa jawa yang tidak sama dengan bahasa jawa dari jawa asli yakni bahasa jawa yang kasar misalnya saja untuk menyebutkan kata “Kepala”, bahasa jawa asli menggunakan “Sirah” tetapi pada masyarakat PUJAKUSUMA menggunakan kata “Endas” yang menurut bahasa jawa asli kasar dan biasanya “Endas” itu digunakan untuk menyebutkan kepala binatang misalnya “Endas Pitik”. Hal itu terjadi karena mereka Masyarakat jawa sudah bergaul bersama dan dalam waktu yang lama dengan masyarakat medan yang memiliki karakter keras.
Wujud akulturasi yang terlihat dalam sistem pemerintahan juga dapat dilihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pada pembagian lapisan masyarakat yang berdasarkan sistem kasta. Sistem kasta menurut kepercayaan orang Hindu terdiri dari kasta Ksatria (golongan prajurit, bangsawan), kasta brahmana (golongan pendeta), kasta sudra (golongan rakyat jelata) dan kasta waisya (golongan pedagang). Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat kita lihat dari adanya penggunaan bahasa Sangsekerta yang dapat kita temukan sampai saat ini, dimana penggunaan bahasa Sangsekerta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sangsekerta banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu - Budha pada kurun abad 5 sampai 7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai yang merupakan prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Namun pada perkembangan selanjutnya bahasa Sangsekerta telah di gantikan dengan bahasa Melayu Kuno, yaitu seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya pada abad 7 sampai 13 M. Sedangkan untuk aksara dapat dibuktikan dengan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.
B. Definisi Assimilasi
Assimilasi menurut Koentjara Ningrat (1996: 160) adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara insentif, sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Assimilasi menurut Soerjono Soekanto merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan tujuan dan kepentingan bersama.
Assimilasi menurut Robert E.Park dan Ernest W.Burgess (1921:735) “Proses interpretasi dan fusi di mana orang-orang dan kelompok memperoleh kenangan, sentimen, dan sikap orang lain atau kelompok, dan, dengan berbagi pengalaman dan sejarah, digabungkan dengan mereka dalam kehidupan kebudayaan bersama ". Berikut terdapat beberapa contoh bentuk dari assimilasi yang terjadi di indonesia :
Contoh Assimilasi yang terjadi pada masyarakat Surabaya, masyarakat Surabaya adalah masyarakat pribumi dan merupakan masyarakat mayoritas sedangkan masyarakat Cina merupakan masyarakat minoritas, masyarakat Cina menggunakan bahasa Surabaya, sehingga bahasa yang menjadi bahasa Ibu mereka tidak nampak lagi, masyarakat cina yang tinggal di Surabaya menggunakan dialek Surabaya sehingga terlihat medok.
Pada masyarakat pesisir di Kampung Nelayan, Belawan. Terdiri atas masyarakat Melayu, Banjar, Mandailing dan Jawa, dari semua suku yang ada disana yang merupakan suku mayoritas adalah suku melayu. Terjadi assimilasi pada wilayah tersebut yakni masyarakat minoritas menggunakan dialek melayu sebagai bahasa sehari-hari. Dalam adat pernikahan, mereka juga sering menggunakan adat “Kampung” yakni istilah yang dinamakan melayu.
Assimilasi yang terjadi pada masyarakat cina di Surabaya, dimana orang-orang Surabaya sering dianggap kasar, tegas, terbuka, kurang sabar, straight to the point tanpa basa basi, mudah memaki pada teman, kesetiakawanan tinggi diantara teman. Secara singkat, suatu sikap terkombinasi antara sifat-sifat pemberani, terbuka dan setia kawan, sikap yang seperti demikian ini sering disebut sebagai bagian dari 'Arek Surabaya'. Di dalam hubungan antar-etnik juga terjadi interaksi dengan sifat-sifat yang demikian pada kedua insannya baik orang Surabaya kelompok Pribumi atau orang Surabaya kelompok Cina. (Musianto, 1997: 208). Sehingga terlihat jika dalam berinteraksi orang cina di Surabaya telah memiliki karakter yang sama dengan masyarakat aslinya atau masyarakat Surabaya, hal ini tentu dikarenakan kedua kelompok masyarakat tersebut telah lama berinteraksi satu sama lain, sehingga kelompok/masyarakat minoritas yaitu masyarakat Cina mampu menyesuaikan dengan masyarakat mayoritas yaitu masyarakat Surabaya.
Demikian definisi tentang Akulturasi dan Assimilasi dalam Konteks Kebudayaan. Semoga tulisan ini sedikitnya bisa menjadi tambahan wawasan bagi kita semua. Amin (Baca Juga: Sejarah Perkembangan Tasawuf)